SEBAIK-BAIK MANUSIA ADALAH ORANG YANG BERMANFAAT BAGI ORANG LAIN "CAHAYA AS-SALAM" 'KITAB, AL-QURAN, HADITS, OASE ISLAM, BLOG TUTORIAL '
Tampilkan postingan dengan label Khutbah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Khutbah. Tampilkan semua postingan

Senin, 30 Maret 2009

Meraih Ampunan Allah

Jumat, 27 Maret 09
Oleh: M Yahya, S.Pd
KHUTBAH PERTAMA:

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ .. وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُواْ فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُواْ أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُواْ اللّهَ فَاسْتَغْفَرُواْ لِذُنُوبِهِمْ وَمَن يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ اللّهُ وَلَمْ يُصِرُّواْ عَلَى مَا فَعَلُواْ وَهُمْ يَعْلَمُونَ .
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.

Sidang Jum'at Rahimakumullah

Kesalahan dan dosa bagi manusia adalah suatu kelaziman. Tidak ada manusia yang ma'shum, setebal apa pun tingkat keimanannya, seluas apa pun ilmunya dan sedalam apa pun ketakwaannya kepada Allah, selama dia adalah manusia, dia pasti suatu kali akan melakukan kesalahan dan dosa. Allah memang tidak berkehendak menciptakan manusia dalam keadaan bersih dari kesalahan dan sempurna dari dosa, karena Allah hanya mengingin-kan kesempurnaan untuk diriNya. Persoalan sebenarnya bukan pada manusia yang berdosa dan bersalah, akan tetapi apa yang dilakukan setelah dosa dan kesalahan tersebut? Fiman Allah Ta’ala,

وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُواْ فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُواْ أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُواْ اللّهَ فَاسْتَغْفَرُواْ لِذُنُوبِهِمْ وَمَن يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ اللّهُ وَلَمْ يُصِرُّواْ عَلَى مَا فَعَلُواْ وَهُمْ يَعْلَمُونَ

"Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui." (Ali Imran: 135).

Nabi Adam telah mengukir keteladanannya dalam hal ini, bukan pada pelanggarannya terhadap larangan Allah, akan tetapi pada apa yang dia lakukan setelah dia melakukan pelanggaran tersebut. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa Adam bersama istrinya diizinkan oleh Allah tinggal di surga. Allah melarangnya mendekati satu pohon yang ada di sana, tetapi Adam melanggar-nya karena bujuk rayu setan, akan tetapi setelah itu Adam menye-sali dan menyadari kesalahannya serta memohon ampun kepada Allah. Allah mengampuninya dan Adam pun menjadi lebih mulia dan lebih baik dari sebelumnya. Firman Allah Ta’ala,

ثُمَّ اجْتَبَاهُ رَبُّهُ فَتَابَ عَلَيْهِ وَهَدَى

"Kemudian Rabbnya memilihnya maka Dia menerima taubatnya dan memberinya petunjuk." (Thaha: 122).

Sidang Jum'at Rahimakumullah

Di sisi lain, manakala Allah menciptakan Bani Adam dengan kesalahan dan dosanya, Dia pun membuka peluang perbaikan se-lebar-lebarnya. Dia memanggil dan mengajak hamba-hambaNya agar memanfaatkan peluang tersebut sebaik-baiknya. Dan peluang ini senantiasa terbuka siang-malam sepanjang umur manusia atau umur dunia ini. Peluang tersebut adalah taubat untuk meraih ampunan Allah Ta’ala. Firman Allah Ta’ala,

وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِن قَبْلِ أَن يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنصَرُونَ

"Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepa-daNya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi)." (Az-Zumar: 54).

Dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wasallam, Allah Ta’ala berfirman,

يَا عِـبَادِيْ، إِنَّكُمْ تُخْطِئُوْنَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَأَنَا أَغْـفِـرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا فَاسْتَغْفِـرُوْنِيْ أَغْـفِـرْ لَكُمْ.

"Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya kalian melakukan kesalahan siang-malam dan Aku mengampuni seluruh dosa, oleh karena itu mohonlah ampun kepadaKu, niscaya Aku mengampuni kalian." (HR. Muslim dari Abu Dzar, Mukhtashar Shahih Muslim, no. 1828).

Sidang Jum’at Rahimakumullah

Jika Allah mengajak kepada ampunan, berjanji memaafkan dan membuka pintunya lebar-lebar, sementara kita manusia selalu berdosa, maka tidak sekedar layak, akan tetapi sangat layak kalau kita mengetuk pintu tersebut dengan harapan Dia berkenan melim-pahkan maafNya kepada kita semua, sesungguhnya Dia Maha Pengasih lagi Pemurah.
Sekarang bagaimana caranya agar kita dapat menggapai am-punan tersebut?
Banyak cara dan jalan menggapai ampunan Allah. Lebih dari itu, cara-cara dan jalan-jalan tersebut adalah sangat mudah, tergantung kepada kita sendiri, ingin atau tidak ingin. Di sini khatib memaparkan empat cara yang menurut pandangan khatib merupakan cara yang paling penting dan mendasar.

Sidang Jum'at Rahimakumullah

Cara pertama : Taubat

Jika Allah menghendaki, tidak ada dosa yang tidak terhapus oleh taubat, seberat dan se-besar apa pun ia, jangankan dosa-dosa kecil, dosa-dosa besar pun akan terhapus oleh taubat bahkan dosa tertinggi dalam Islam, syirik, juga akan terhapus oleh taubat dengan catatan kesyirikan tersebut tidak dibawa mati. Lihatlah kepada sebagian sahabat Nabi yang di masa jahiliyah adalah orang-orang penyembah berhala. Begitu mereka bertaubat darinya, mereka pun menjadi manusia terbaik umat ini. Tengoklah seorang laki-laki dari umat terdahulu -seperti yang dikisahkan oleh Rasulullah- pembunuh seratus nyawa. Adakah di dunia ini pelaku dosa yang lebih besar dan lebih banyak darinya? Dosanya adalah pembunuhan dan korbannya adalah seratus nyawa. Laki-laki tersebut dengan dosanya itu tetap meraih ampunan Allah dengan taubatnya dan usaha kerasnya untuk memperbaiki diri yang dia buktikan dengan berhijrah ke kota lain yang bisa mendu-kung usahanya tersebut.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ تَابَ قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا تَابَ اللّهُ عَلَيْهِ.

"Barangsiapa bertaubat sebelum matahari terbit dari barat, maka Allah akan mengampuniNya." (HR. Muslim, Mukhtashar Shahih Muslim, no. 1920).

Dari Abdullah bin Umar dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,
إِنَّ اللّهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ.

"Sesungguhnya Allah Ta’ala menerima taubat seorang hamba selama nafasnya belum sampai di kerongkongan." (HR. at-Tirmidzi, no. 3537. At-Tirmidzi berkata, "Hadits hasan.").

Sidang Jum'at Rahimakumullah.

Cara kedua: Perbuatan-perbuatan baik.

Satu perbuatan baik dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat, lebih dari itu bisa sampai tujuh ratus kali lipatnya bahkan berkali-kali lipat yang Allah kehendaki. Sementara satu kejahatan hanya dibalas dengan semisalnya, maka benar-benar celaka dan binasa orang-orang yang balasan kejahatannya mengungguli kebaikannya. Bagaimana tidak, kebaikan yang dilipatgandakan segitu rupa bisa dikalahkan oleh kejahatan yang hanya dibalas dengan semisalnya. Firman Allah Ta’ala,

مَن جَاء بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا وَمَن جَاء بِالسَّيِّئَةِ فَلاَ يُجْزَى إِلاَّ مِثْلَهَا وَهُمْ لاَ يُظْلَمُونَ

"Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa per-buatan jahat, maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya (di-rugikan)." (Al-An'am: 160).

Berikut ini adalah beberapa contoh kebaikan penghadir ampunan Allah.
Tauhid. Tauhid adalah kebaikan, bahkan ia adalah dasar kebaikan. Segala kebaikan dunia dan Akhirat merupakan buah dari tauhid, di samping itu ia adalah penyebab diraihnya ampunan Allah Ta’ala. Dalam sebuah hadits qudsi Allah Ta’ala berfirman,

"Wahai anak Adam, selama kamu berdoa dan berharap kepadaKu niscaya Aku mengampuni dosa-dosamu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, seandainya dosa-dosamu mencapai awan di langit, kemudian kamu memohon ampun kepadaku, niscaya Aku meng-ampunimu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, seandainya kamu datang kepadaKu dengan membawa dosa sepenuh jagat, kemudian kamu bertemu denganKu dalam keadaan tidak menyekutu-kanKu dengan sesuatu pun, niscaya Aku akan memberimu ampunan sepenuh jagat pula." (HR. at-Tirmidzi, no. 3534 dari Anas. At-Tirmidzi berkata, Hadits hasan dinyatakan kuat oleh Syaikh Syu'aib al-Arnauth dalam tahqiqnya atas Riyadh ash-Shalihin, no. 1878).

Sidang Jum'at Rahimakumullah

Di antara kebaikan yang dengannya ampunan Allah diraih adalah syahadah (gugur sebagai syahid di jalan Allah). Rasulullah bersabda,

يَغْفِـرُ اللّهُ لِلشَّهِيْدِ كُلَّ ذَنْبٍ إِلَّا الدَّيْنَ.

"Allah mengampuni seluruh dosa orang yang mati syahid, kecuali hutang." (HR. Muslim dari Ibnu Amr bin al-Ash, Mukhtashar Shahih Muslim, no. 1084).

Hutang dikecualikan karena perkaranya di antara sesama manusia, dan perkara yang demikian dikembalikan kepada pemilik hak.

Sidang Jum'at Rahimakumullah

Di antara kebaikan yang dengannya ampunan Allah diraih adalah berangkat ke masjid untuk menunaikan shalat fardhu berjamaah setelah sebelumnya bewudhu di rumah dengan sempurna. Rasulullah bersabda,

مَنْ تَوَضَّـأَ لِلصَّلَاةِ فَأَسْبَغَ الْوُضُوْءَ ثُمَّ مَشَى إِلَى الصَّلَاةِ الْمَكْتُوْبَةِ فَصَلاَّهَا مَعَ النَّاسِ أَوْ مَعَ الْجَمَاعَةِ أَوْ فِي الْمَسْجِدِ غَـفَـرَ اللّهُ ذُنُوْبَهُ.

"Barangsiapa berwudhu untuk shalat, dia menyempurnakan wudhu-nya, kemudian dia berjalan menuju shalat fardhu, lalu dia melaksa-nakannya bersama kaum muslimin atau dengan berjamaah atau di masjid, niscaya Allah mengampuni dosa-dosanya." (HR. Muslim, Mukhtashar Shahih Muslim, no. 132).

Sidang Jum'at Rahimakumullah

Cara meraih ampunan Allah yang ketiga adalah menjauhi dosa-dosa besar. Dosa besar adalah semua dosa yang diancam hukuman had di dunia atau mengundang murka dan laknat Allah atau diancam dengan azab akhirat. Apabila dosa dengan kriteria seperti ini dihindari, maka hal itu menjadi penyebab diraihnya ampunan dari Allah. Firman Allah Ta’ala.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

اَلصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ، وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ، وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ، مُكَفِّرَاتٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ مَا اجْتُنِبَتِ الْكَبَائِرُ.

"Shalat lima waktu, Jum'at ke Jum'at, Ramadhan ke Ramadhan adalah pelebur dosa di antaranya selama dosa-dosa besar dihindari." (HR. Muslim dari Abu Hurairah. Lihat Mukhtashar Shahih Muslim, no. 203).

أَقُوْلُ قَوْلِي هَذا أَسْتَغْفِرُ اللهَ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ

Selengkapnya...

Jumat, 27 Februari 2009

Jangan Pernah Tinggalkan Shalatmu

Jumat,27 Februari 09.
Materi Khutbah Jumat Masjid At-Taqwa SMA Taruna

KHUTBAH PERTAMA:
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ ... وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ .

فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.

Sidang Jum’at yang Dimuliakan Allah

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Ta’ala atas segala karunia, hidayah dan berjuta kenikmatan tak terhingga yang telah Dia anugerahkan kepada kita semua.
Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan ke haribaan baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, beserta para keluarga, sahabat, dan semua orang yang mengikutnya hingga Hari Kemudian .

Selanjutnya marilah kita meningkatkan takwa kita kepada Allah dengan sebenar-benar takwa, yakni dengan menjalankan segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya.

Sidang Jum’at yang Dimuliakan Allah

Di zaman yang semakin dekat dengan Hari Akhir ini, kita menyaksikan suatu fenomena memprihatinkan yang menimpa kaum Muslimin, yaitu sebuah kenyataan bahwa sangat banyak di antara manusia yang mengaku beragama Islam namun tidak memahami hakikat agama Islam yang dianutnya, bahkan tingkah laku keseharian mereka sangatlah jauh dari nilai-nilai Islam itu sendiri.

Di antara bentuk riil kondisi sebagian kaum Muslimin yang sangat menyedihkan tersebut adalah semakin banyaknya orang-orang Islam masa sekarang yang mulai meremehkan dan menyia-nyiakan shalat, bahkan tidak sedikit dari mereka yang berani meninggalkannya dengan sengaja dan terang-terangan. Padahal dalam agama Islam, shalat memiliki kedudukan yang tidak bisa ditandingi oleh ibadah lainnya. Hal ini ditunjukkan dengan bagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menerima wahyu perintah shalat, yaitu dengan dimi'-rajkan ke langit didampingi malaikat Jibril ‘Alaihis salam. Setelah beliau sampai di Sidratul Muntaha, Allah Ta’ala berbicara langsung kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Yang demikian itu menunjukkan bahwa betapa agung kedudukan ibadah shalat dalam Islam, karena ia adalah tiang agama, di mana agama ini tidak akan tegak kecuali dengannya. Dalam satu hadits shahih Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

رَأْسُ الْأَمْرِ الْإِسْلاَمُ، وَعَمُوْدُهُ الصَّلاَةُ، وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ الله #(ترمذى:2616)

"Pokok agama adalah Islam (berserah diri), tiangnya adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad di jalan Allah." (HR. at-Tirmidzi no. 2616).

Sidang Jum’at yang Dimuliakan Allah

Shalat merupakan ibadah yang pertama kali diwajibkan setelah ikhlas dan tauhid, sebagaimana Firman Allah Ta’ala,

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

"Dan tidaklah mereka disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam menjalankan agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunai-kan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus." (Al-Bay-yinah: 5).

Dan sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam,

أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوْا أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللَّه ، وَيُقِيْمُوا الصَّلاَةَ، وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ، فَإِذَا فَعَلُوْا ذلِكَ، عَصَمُوْا مِنِّيْ دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ الْإِسْلاَمِ، وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّه.

"Aku telah diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwasanya tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah, kemudian mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Apabila mereka melakukan itu, maka darah dan harta mereka terpelihara dariku kecuali dengan hak Islam, dan perhitungan mereka diserahkan kepada Allah." (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Shalat juga merupakan amal pertama kali yang akan dihisab di Hari Kiamat kelak, seperti tersebut dalam hadits dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلاَتُهُ، فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ، وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ.

"Sesungguhnya yang pertama kali dihisab dari amal seorang hamba pada hari Kiamat adalah shalat. Apabila shalatnya baik, maka ia telah berbahagia dan sukses, tetapi apabila shalatnya jelek, maka ia telah celaka dan rugi." (HR. at-Tirmidzi, no. 413).
Di samping itu, shalat adalah wasiat terakhir Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam kepada umatnya, sebagaimana telah diriwayatkan dari Ummu Salamah Radhiyallahu ‘anha bahwasanya ia berkata,

كَانَ مِنْ آخِرِ وَصِيَّةِ رَسُوْلِ اللَّه الصَّلاَةَ الصَّلاَةَ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ.

"Wasiat terakhir Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah, 'Kerjakanlah shalat, Kerjakanlah shalat, dan tunaikanlah kewajiban kalian terhadap budak-budak yang kalian miliki." (HR. Ahmad, no. 25944).

Sidang Jum’at yang Dimuliakan Allah

Inilah gambaran agungnya kedudukan ibadah shalat dalam agama Islam yang kita anut, sehingga al-Qur`an dan as-Sunnah yang shahih telah memberikan ancaman keras bagi orang yang meninggalkan shalat. Dalam surat al-Muddatstsir ayat 42-43 Allah Ta’ala berfirman,

مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ. قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ

"Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (Neraka)?" Mereka menjawab, "Kami dahulu (di dunia) tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat."

Adapun di dalam as-Sunnah disebutkan bahwa orang yang meninggalkan shalat diancam akan dikumpulkan bersama Qarun, Fir'aun, Haman, dan Ubay bin Khalaf. Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا كَانَتْ لَهُ نُوْرًا وَبُرْهَانًا وَنَجَاةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَا لَمْ يَكُنْ لَهُ نُوْرٌ وَلاَ بُرْهَانٌ وَلاَ نَجَاةٌ، وَكَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُوْنَ، وَفِرْعَوْنَ، وَهَامَانَ، وَأُبَيِّ بْنِ خَلَفٍ.

"Barangsiapa yang menjaganya (shalat fardhu) maka pada Hari Kiamat dia akan memperoleh cahaya, bukti nyata (yang akan membelanya), dan keselamatan. Dan barangsiapa yang tidak menjaganya, maka dia tidak memiliki cahaya, bukti nyata (yang akan membelanya), dan keselamatan, serta pada Hari Kiamat dia akan (dikumpulkan) bersama Qarun, Fir'aun, Haman, dan Ubay bin Khalaf." (HR. Ahmad, no. 6540 dan ad-Darimi, no. 2721, Shahih Ibnu Hibban, no.1476. Syu'aib al-Arna'uth mengatakan 'Isnadnya shahih.' Didhaifkan oleh al-Albani di dalam Dhaif al-Jami' no. 2851).

Sidang Jum’at yang Dimuliakan Allah

Lantas, apa hukum orang yang meninggalkan shalat?

Seluruh ulama umat Islam sepakat bahwa orang yang meninggalkan shalat karena mengingkari kewajibannya adalah kafir. Namun kemudian mereka berbeda pendapat tentang orang yang mening-galkan shalat tanpa mengingkari kewajibannya. Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa ia telah kafir dan keluar dari Islam. Sementara yang lain menyatakan bahwa hukumnya masih berada di bawah kesyirikan dan kekafiran.
Para ulama juga berbeda pendapat tentang hukuman yang layak bagi orang yang meninggalkan shalat. Sebagian mereka ber-pendapat bahwa hukumannya adalah didera dan dipenjara, sedang-kan yang lain mengatakan bahwa ia harus dibunuh sebagai hukum had baginya, bukan karena murtad.

Akan tetapi jama'ah sekalian, terlepas dari perbedaan penda-pat para ulama tentang hukum dan hukuman bagi orang yang me-ninggalkan shalat dengan sengaja, hendaknya seorang Muslim merasa takut apabila keislamannya diperdebatkan oleh para ulama dengan sebab meninggalkan shalat. Meski seharusnya sudah cukup bagi kita untuk merasa takut untuk meninggalkan shalat dikarenakan ancaman yang begitu keras dari Allah Ta’ala maupun dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Sehingga Ibnul Qayyim berkata, "Orang yang meninggalkan shalat telah berbuat dosa besar yang paling besar, lebih besar dosanya di sisi Allah daripada membunuh jiwa dan mengambil harta orang lain. Lebih besar dosanya daripada berzina, mencuri dan minum khamar. Orang yang meninggalkan shalat akan mendapatkan hukuman dan kemurkaan Allah di dunia dan di Akhirat." (Lihat Kitab Ash-Shalah wa Hukmu Tarikiha hal. 9, karya Ibnul Qayyim).

Shalat adalah kebutuhan batin seorang hamba, layaknya makan dan minum sebagai kebutuhan lahirnya. Sehari saja manusia tidak makan, maka badannya akan terasa lemas dan tidak berdaya. Makan adalah hajat manusia dan penopang kesehatan badannya. Kebutuhan jasmani terhadap makanan harus dipenuhi, sebagaimana kesehatan rohani juga harus dipenuhi. Kebutuhan hati kita harus dipenuhi dengan banyak berdzikir kepada Allah Ta’ala, dan di antaranya adalah dengan mengerjakan shalat.

Sidang Jum’at yang Dimuliakan Allah

Perhatikanlah orang-orang yang tidak shalat! Hidupnya tidak mengalami ketenangan, meskipun secara lahiriyah hidupnya kaya raya dan mempunyai harta yang berlimpah, namun mereka sama sekali tidak mengalami ketenangan dan tidak juga kenyamanan. Berbeda dengan orang yang shalat, ia merasa tenang dan bahagia. Melaksanakan shalat dapat menenangkan hati, karena di dalam shalat mengandung dzikrullah (mengingat Allah) dan itu membawa kepada ketenangan batin, sebagaimana Firman Allah Ta’ala,

أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

"Ketahuilah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang." (Ar-Ra'd: 28).
Jiwa orang yang melakukan shalat akan mengalami ketenangan dan akan mendapatkan thuma'ninah dalam hidup. Berbeda dengan orang yang enggan shalat. Hidupnya mengalami was-was, tidak tenang, ketakutan, dan selalu diganggu oleh setan.

Sidang Jum’at yang Dimuliakan Allah

Jika meninggalkan shalat memang perkara yang boleh disepelekan atau ditolerir, niscaya orang yang sedang sakit tidak akan diperintahkan untuk mengerjakannya. Logika manakah yang membenarkan diperbolehkannya meninggalkan shalat bagi orang yang sehat, sementara orang yang sakit saja tetap diwajibkan untuk mengerjakannya? Ini menunjukkan bahwa orang yang meninggalkan shalat cenderung menuruti hawa nafsunya, mengikuti keinginan syahwat, serta mengabaikan jalan yang lurus dan sesuai dengan logika akal manusia.

Bagaimana pun keadaan yang kita alami, maka shalat tetap wajib kita lakukan, baik ketika sehat ataupun sedang sakit, dalam keadaan safar maupun bermukim. Shalat wajib yang lima waktu harus tetap dikerjakan, bagaimana pun kondisi kita.

Sidang Jum’at yang Dimuliakan Allah

Oleh sebab itu hadirin sekalian, dalam khutbah yang singkat ini khatib ingin menasihati khatib pribadi dan jama'ah sekalian, janganlah sekali-kali kita meremehkan shalat apalagi meninggal-kannya. Jadilah kita termasuk hamba-hamba Allah yang selalu menjaga shalat, karena kita tidak tahu berapa umur kita yang ter-sisa. Berapa pun panjangnya usia kita, namun kita meyakini bahwa kita pasti akan meninggalkan dunia yang fana ini. Dan setiap orang yang mengadakan perjalanan pasti membutuhkan bekal. Sementara perjalanan yang satu ini adalah perjalanan yang sangat panjang dan tidak akan kembali lagi. Barangsiapa yang dalam perjalanan tersebut tidak memiliki bekal, maka ia berarti telah menderita ke-rugian yang tak akan tergantikan dan tidak ada bandingannya. Bagaimana seseorang selalu lalai, sementara usianya berlalu bagaikan awan yang berarak di angkasa. Tiba-tiba saat ia dipanggil untuk memenuhi janji yang tidak dapat ditunda-tunda (kematian), maka ia pun kemudian mencari bekal, hanya saja yang ia dapati hanya-lah tanah, sementara ia tidak mendapatkan orang yang dapat me-nyelamatkannya atau menolongnya, wal'iyadzu billah.

Sidang Jum’at yang Dimuliakan Allah

Mudah-mudahan Allah memberikan kita petunjuk untuk melaksanakan shalat yang lima waktu dan melaksanakan kebaikan sesuai dengan syariat. Mudah-mudahan Allah menjadikan hari-hari kita penuh dengan amal shalih yang akan membawa kita kepada kebahagiaan dan ketenangan di dunia dan di akhirat. Mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan hidayah pada segala urusan kita, dan memberikan petunjuk kepada kita semua dalam menapaki jalanNya yang lurus, jalan orang-orang yang Allah berikan nikmat kepada mereka, jalan para nabi, orang-orang yang jujur, dan para syuhada, serta orang-orang yang shalih, bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan bukan jalan orang-orang yang tersesat.
Tunaikanlah shalat karena ajal begitu dekat. Laksanakanlah perintahNya selagi amal masih dicatat. Segeralah bertaubat sebelum pintuNya tertutup rapat. Jadilah hamba yang taat demi meraih surgaNya yang penuh dengan nikmat.

أَقُوْلُ قَوْلِي هَذا أَسْتَغْفِرُ اللهَ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ

KHUTBAH KEDUA :

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيْئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا. أَمَّا بَعْدُ؛ قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا} وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا}
ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
وَلَذِكْرُ اللَّهِ اَكْبَرُ

Dikutib dari Buku Kumpulan Khutbah Jum’at Pilihan Setahun Edisi ke-2, Darul Haq Jakarta).

Selengkapnya...

Hamba Allah Dan Ummat Nabi Muhammad SAW

Jumat 20-02-2009
Materi Khutbah jumat Masjid At-Taqwa SMA Taruna

Khutbah Pertama

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.


يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا. أَمَّابَعْدُ؛ وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَ اْلاِنْسَ اِلاَّ لِيَعْبُدُوْنَ . قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ (ص) : مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَدْعُوْ مِنْ دُوْنِ اللهِ نِدًّا دَخَلَ النَّارَ. (البخاري عن ابن مسعود).

Jamaah salat jumat yang berbahagia,

Segala puji bagi Allah, Rabb dan sesembahan sekalian alam, yang telah mencurahkan kenikmatan-kenikmatanNya, rizki dan karuniaNya yang tak terhingga dan tak pernah putus sepanjang zaman. Kepada makhluknya Baik yang berupa kesehatan maupun kesempatan sehingga pada kali ini kita dapat berkumpul di tempat yang mulia dalam rangka menunaikan kewajiban shalat Jum’at.

Semoga shalawat dan salam tercurah kepada uswah kita Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam, yang atas jasa-jasa dan perjuangan beliau cahaya Islam ini tersampaikan kepada kita, sebab dengan adanya cahaya Islam tersebut kita terbebaskan dari kejahiliyahan, malamnya bagaikan siangnya. Dan semoga shalawat serta salam juga tercurahkan kepada keluarganya, para sahabatnya dan pengikut-pengikutnya hingga akhir zaman.

Pada kesempatan kali ini tak lupa saya wasiatkan kepada diri saya pribadi dan kepada jama’ah semuanya, marilah kita tingkatkan kualitas iman dan taqwa kita, karena iman dan taqwa adalah sebaik-baiknya bekal untuk menuju kehidupan di akhirat kelak.
Sudah menjadi kewajiban seorang Muslim memiliki dua kesadaran, kesadaran sebagai hamba Allah Ta’ala dan kesadaran sebagai umat Muhammad Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam , Jika kesadaran itu hilang dari jiwa seorang Mukmin maka tindakan dan amalan akan ngawur dan sembrono yang mengakibatkan Allah Ta’ala tidak akan memberi ganjaran apapun yang didapat hanyalah siksa.

Kesadaran pertama, kesadaran kita sebagai hamba Allah Ta’ala yang kita tampakkan dalam setiap aktifitas sehari-hari dalam bahasa agamanya disebut (إِظْهَاُر الْعُبُوْدِيَّةِ) Sebagai misal menampakkan kehambaan kepada Allah.

Contohnya jika kita mau makan meskipun seolah-olah padi kita tanam disawah kita sendiri, beras kita masak sendiri maka ketika mau makan disunnahkan berdo’a:

اَللَّهُمَّ بَاِركْ لَنَا فِيْهِ وَأَطْعِمْنَا مِنْهُ. (صحيح الترمذي، 3/158).

“yaa Allah berilah kami keberkahan darinya dan berilah kami makan darinya”

Berarti Allah Ta’ala yang memberi rizki, bukan sawah atau lainnya. Begitu pula kita punya mobil atau kendaraan lainnya, meskipun kita membeli kendaraan dengan usaha sendiri, dengan uang sendiri, namun ketika mau mengendarai disunnahkan berdo’a:
بِسْمِ اللهِ الْحَمْدُ لِلَّهِ سُبْحَانَ اللهِ الَّذِيْ سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِيْنَ وَأَنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُوْنَ. (صحيح الترمذي)، .

Jamaah salat jumat yang berbahagia

Itulah contoh bahwa setiap saat kita harus nyatakan kehambaan kepada Allah Ta’ala, jika pernyataan itu hilang, maka alamat iman telah rusak di muka bumi ini dan akan hilang kemudian muncul kesombongan dan keangkuhan, hal ini telah terjadi pada zaman Nabi Musa p yang ketika itu pengusanya lalim dan sombong sehingga lupa akan status sebagai hamba, bahkan si raja itu begitu sangat sombongnya sampai ia memproklamirkan dirinya sebagai tuhan, dia menyuruh kepada rakyatnya agar menyembah kepadanya. Dialah raja Fir’aun.

Kenyataan di atas sudah tergambar pada zaman sekarang, begitu banyak orang-orang modern yang seharusnya sebagai hamba Allah Ta’ala namun banyak diantara mereka yang mengalihkan penghambaan kepada harta, wanita dan dunia. Setiap hari dalam benak mereka hanya dijejali dengan berbagai macam persoalan dunia, mencari kenikmatan dan kepuasan dunia saja tanpa memperhatikan kepuasan akhirat padahal kenikmatan akhirat lebih baik dari kenikmatan dunia, bahkan lebih kekal abadi.

Jamaah salat jumat yang berbahagia

Allah Ta’ala menciptakan manusia bukan untuk menumpuk harta benda tapi Allah Ta’ala menciptakan manusia dan jin hanya untuk menyembah kepadaNya.
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan hanya untuk beribadah kepadaKu.” (Adz-Dzariyat: 56).

Makna penghambaan kepada Allah Ta’ala adalah mengesakannya dalam beribadah dan mengkhusus-kan kepadaNya dalam berdo’a, tentang hal ini Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dalam bukunya Syarah Tsalasah Usul, memaparkan persoalan penting yang harus diketahui oleh kaum Muslimin:

اْلأُوْلَى اَلْعِلْمُ وَهُوَ مَعْرِفَةُ اللهِ، مَعْرِفَةُ نَبِيِّهِ وَمَعْرِفَةُ دِيْنِهِ اْلإِسْلاَمِ بِاْلأَدِلَّةِ. الثَّانِيَةُ اَلْعَمَلُ بِهِ. الثَّالِثَةُ اَلدَّعْوَةُ إِلَيْهِ.

“Pertama adalah ilmu, yaitu mengenal Allah, mengenal Rasul dan Dienul Islam dengan dalil dalilnya kedua mengamalkannya ketiga mendakwakannya.”

Jamaah salat jumat yang berbahagia

Syaikh Muhammad At-Tamimi dalam kitab Tauhid, membe-rikan penjelasan bahwa ayat di atas, menunjukkan keistimewaan Tauhid dan keuntungan yang diperoleh di dalam kehidupan dunia dan akhirat.

Dan menunjukkan pula syirik adalah perbuatan dzalim yang dapat membatalkan iman jika syirik itu besar, atau mengurangi iman jika syirik asghar (syirik kecil).

Akibat buruk orang yang mencampuradukan keimanan dengan syirik disebutkan Allah Ta’ala:

Syirik menyebabkan kesia-siaan dan kehampaan di dunia, sedang di akhirat menyebabkan pelakunya kekal di dalam Neraka. Allah berfirman:

“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya Surga dan tempatnya ialah Neraka, dan tidaklah ada bagi orang-orang dhalim itu seorang penolongpun”. (Al-Maidah: 72).

مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَدْعُوْ مِنْ دُوْنِ اللهِ نِدًّا دَخَلَ النَّارَ. (البخاري عن ابن مسعود).

“Barangsiapa yang mati dalam keadaan menyembah selain Allah niscaya masuk kedalam Neraka.”

مَنْ لَقِيَ اللهَ لاَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ لَقِيَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا دَخَلَ النَّارَ. (مسلم عن جابر).

“Barangsiapa menemui Allah Ta’ala (mati) dalam keadaan tidak berbuat syirik sedikitpun pasti masuk Surga, tetapi barangsiapa menemuinya (mati) dalam keadaan berbuat syirik kepadaNya pasti masuk Neraka.”

Jamaah salat jumat yang berbahagia

Demikianlah seharusnya, kaum Muslimin selalu sadar atas statusnya yaitu status kehambaan terhadap Allah Ta’ala. Dan cara menghamba harus sesuai dengan manhaj yang shohih tanpa terbaur syubhat dan kesyirikan. Jadi inti penghambaan adalah beribadah kepada Allah Ta’ala dan tidak melakukan syirik dengan sesuatu apapun.

Kesadaran kedua sebagai ummat Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam

Kesadaran sebagai umat rasul, adalah menyadari bahwa amalan-amalan kita akan diterima oleh Allah Ta’ala dengan syarat sesuai sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam . Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menjelaskan konsekuensi mengenal Rasul adalah menerima segala perintahnya bahwa mempercayai apa yang diberitakannya, mematuhi perintahnya, menjahui segala larangn-nya, menetapkan perkara dengan syariat dan ridha dengan putusannya.

Pastilah dari kalangan ahli sunnah waljama’ah sepakat untuk mengimani dan menjalankan apa-apa yang diperintahnya, menjauhi larangannya. Tidak diterima ibadah seseorang tanpa mengikuti sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam sebagaimana hadits berikut:

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ. (مسلم).

“Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan dalam agama yang tidak ada perintah dari kami maka ia tertolak.” (HR. Muslim).

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ. (البخاري ومسلم).

“Barangsiapa yang mengada-ada dalam perkara agama kami dan tidak ada perintah dari kami maka ia tertolak.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Melihat hadits di atas, setiap kaum Muslimin dalam aktifitasnya harus merujuk kepada apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam , baik ucapan, perbuatan maupun taqrir atau ketetapan.

Jamaah salat jumat yang berbahagia

Ingatlah banyak dari kaum Muslimin, yang menyalahi man-haj Rasulullah, dengan mengatasnamakan Islam. Dan kebanyakan mereka tidak mengetahui bahwa perbuatan semacam itu menjadi tertolak karena tidak sesuai dengan sunnah Nabi. Misalnya mereka menyalahi manhaj dakwah Salafus Shalih, Contohnya berdakwah dengan musik, nada dan dakwa, sandiwara, fragmen, cerita-cerita, wayang dan lain-lain.
Begitu juga dengan Assyaikh Abdul Salam bin Barjas bin Naser Ali Abdul Karim dalam bukunya Hujajul Qowiyah menukil perkataan Al-Ajurri dalam kitab As-Syari’ah bahwa Ali Ra dan Ibnu Masu’d berkata:

لاَ يَنْفَعُ قَوْلٌ إِلاَّ بِعَمَلٍ وَلاَ قَوْلٌ وَعَمَلٌ إِلاَّ بِنِيَّةٍ وَلاَ نِيَّةٌ إِلاَّ بِمُوَافَقَةِ السُّنَّةِ.

“Tidak bermanfaat suatu perkataan kecuali dengan perbuatan dan tidak pula perkataan dan perbuatan kecuali dengan niat dan niat pun tidak bermanfaat kecuali sesuai dengan sunnah.”

Demikianlah dua kesadaran itu harus di ingat setiap saat karena merupakan sumber petunjuk dalam kehidupan. Dengan menyadari dua kesadaran yaitu menjalankan syariat sesuai manhaj ahlul hadits tanpa tercampur bid’ah dan kesyirikan. Dengan demikian mengikuti manhaj Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam dan manhaj para sahabat sesudahnya yaitu Al-Qur‘an yang diturunkan Allah Ta’ala kepada Rasulnya, yang beliau jelaskan kepada para sahabatnya dalam hadits-hadits shahih Demikianlah dua kesadaran itu harus di ingat setiap saat, yaitu kesadaran menegakan kalimah tauhid berdasarkan manhaj ahlul hadits dan memerintahkan umat Islam agar berpegang teguh kepada keduanya. Sebagai akhir kata kami tutup dengan hadits:

تَرَكْتُ فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدَهُمَا، كِتَابَ اللهِ وَسُنَّتِيْ وَلَنْ يَتَفَرَّقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَى الْحَوْضَ.

“Aku tinggalkan padamu dua perkara yang kalian tidak akan tersesat apabila berpegang teguh kepada keduanya yaitu Kitabullah dan sunnahku. Tidak akan bercerai berai sehingga keduanya mengantarkanku ke telaga (diSurga).” (Dishahikan oleh al-albani dalam kitab Shahihul jami’)

أَقُوْلُ قَوْلِي هَذا أَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ


Khutbah Kedua

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيْئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا. أَمَّا بَعْدُ؛ قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا} وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا}
ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
وَلَذِكْرُ اللَّهِ اَكْبَرُ

Sumber: Diambil dari Majalah Al-Furqon, Edisi 4 tahun ke-7,1428/2007)


Selengkapnya...

Syubhat-Syubhat Kekufuran

Jumat, 13 Februari 09
Materi kutbah Jumat Masjid At-Taqwa SMA Taruna

Khutbah Pertama

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ .اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.


يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ .
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ ... وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَ اْلاِنْسَ اِلاَّ لِيَعْبُدُوْنَ .
قَالَ رَسُوْلُ اللَّهُ (ص) : فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.

Jama’ah kaum muslimin yang dimuliakan Allah Ta’ala

Permasalahan aqidah atau keyakinan adalah permasalahan yang sangat penting. Pemahaman aqidah wajib ditanamkan sejak dini pada setiap muslim. Aqidah merupakan pondasi yang akan tegak di atasnya bangunan umat, kebaikan setiap umat itu terkait dengan selamatnya aqidah mereka dari aqidah-aqidah yang menyimpang dari aqidah shahihah.
Karena pentingnya masalah keyakinan keimanan ini, maka seluruh risalah para nabi menyeru kepada perbaikan aqidah, dan awal dakwah setiap Rasul pasti menyampaikan perihal aqidah. Sebagai contoh adalah perkataan para nabi yang diabadikan Allah subhanahu wata’ala dalam firman-Nya, “Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata:"Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Ilah bagimu selain-Nya". Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat).” (QS. al-‘Araf: 59)

Allah subhanahu wata’ala menciptakan makhluk di dunia ini, hanya untuk beribadah kepada-Nya semata. Allah subhanahu wata’ala berfirman, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS. adz-Dzariyat: 56)
Dan inilah hak Allah subhanahu wata’ala yang harus ditunaikan oleh hamba yaitu mentauhidkan Allah, memberikan ibadah hanya kepada-Nya dan tauhid inilah yang merupakan fitrah yang Allah subhanahu wata’ala letakkan pada setiap bayi yang baru dilahirkan,

َمَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلاَّ يُولَدُ عَلىَ اْلفِطْرَةِ

“Tidaklah setiap bayi yang dilahirkan, kecuali berada di atas fitrah”.
Setiap bayi yan dilahirkan di dunia ini pasti memiliki fitrah yang lurus, setelah itu ada kemungkinan terjadi penyimpangan yang disebabkan oleh tarbiyah (pendidikan) yang rusak, sebagaimana diisyaratkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

“Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan ia yahudi, Nasrani atau majusi”.

Jama’ah kaum muslimin yang dimuliakan Allah Ta’ala

Tauhid ini pulalah ang merupakan asal, yang ada pada awal mula alam semesta ini, kemudian setelah itu datanglah kesyirikan yang merasuk dan meracuni dunia ini, Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya, “Manusia itu adalah ummat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan”. (QS. al-Baqarah: 213)

Berkata Abdullah ibnu Abbas, radhiyallahu ‘anhuma “Antara Nuh dan Adam alaihimassalam itu adalah sepuluh abad yang selama itu seluruhnya mereka berada di atas syariat yang satu, syariat yang hak.”

Karena memang awal mula terjadinya kesyirikan, yaitu tatkala kaum Nuh bersikap ghuluw (berlebih-lebihan) kepada orang-orang shalih dan bersikap sombong terhadap dakwah nabi mereka. Allah subhanahu wata’ala berfirman, “Dan mereka berkata:"Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) ilah-ilah kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwaa', yaghuts, ya'uq dan nasr.” (QS. Nuh: 23)

Jama’ah kaum muslimin yang dimuliakan Allah Ta’ala

Kadang kala kita menjumpai orang-orang musyrik itu melakukan kesyirikan bukan karena mereka tidak memiliki hujjah ataupun sandaran, akan tetapi sebagian mereka mungkin memiliki dalil dan hujjah-hujjah yang rapuh dan lemah, yang lebih tepatnya kita sebut sebagi syubhat dan bukan sebagai hujjah. Beberapa syubhat yang dilontarkan oleh orang-orang musyrik untuk melegalkan kesyirikan mereka adalah:

1. Syubhat yang pertama, Orang-orang musyrik berdalil dengan apa yang dilakukan oleh para pendahulu mereka. Syubhat ini ada sejak zaman dahulu sampai sekarang, mereka mengatakan bahwa kami melakukan demikian hanya karena mewarisi apa yang telah ditinggalkan nenek moyang, dan bapak-bapak kami. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya, “Bahkan mereka berkata: "Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka". (QS. az-zuhruf: 22).

Syubat ini pulalah yang dilontarkan orang-orang musyrik untuk mencegat dakwah para nabi. Perhatikanlah kaum Nuh, Allah subhanahu wata’ala berkata kepada mereka,
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu ia berkata:"Hai kaumku, sembahlah oleh kamu Allah, (karena) sekali-kali tidak ada Ilah bagimu selain Dia. Maka mengapa kamu tidak bertaqwa(kepada-Nya)?". Maka pemuka-pemuka orang yang kafir di antara kaumnya menjawab:"Orang ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, yang bermaksud hendak menjadi seorang yang lebih tinggi dari kamu. Dan kalau Allah menghendaki, tentu Dia mengutus beberapa orang malaikat. Belum pernah kami mendengar (seruan yang seperti) ini pada masa nenek moyang kami yang dahulu."(QS. al-Mu minun: 23-24)

Ini adalah dalil-dalil bagi orang-orang yang lemah, orang–orang yang tidak faham terhadap dalil dan hujjah syar’i. hujjah ini adalah hujjah yang rapuh yang tidak layak untuk dijadikan sebagai bahan perbincangan atau perdebatan, karena nenek moyang yang mereka taklid dengannya adalah orang-orang yang tersesat, kalau memang demikian keadaannya, maka mereka tidak pantas untuk dijadikan panutan untuk diikuti. Allah subhanahu wata’la berfirman, artinya, “Apabila dikatakan kepada mereka:"Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul". Mereka menjawab:"Cukuplah untuk kami apa yang kamu dapati bapak-bapak kami mengerjakannya". Dan apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuki.” (QS. al-Maidah: 104)
Maka kita katakan, “Mengikuti para pendahulu itu dibolehkan kalau memang mereka menepati kebenaran dan berada di atas petunjuk”.

Jama’ah kaum muslimin yang dimuliakan Allah Ta’ala

2.syubhat mereka yang kedua, mereka berhujjah dengan takdir atas kesyirikan dan kekufuran yang mereka lakukan. Allah subhanahu wata’la berfirman, “Dan mereka berkata:"Jikalau Allah Yang Maha Pemurah menghendaki tentulah kami tidak menyembah mereka (malaikat)". Mereka tidak mempunyai pengetahuan sedikitpun tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga belaka.” (QS. az-Zuhruf: 20) dan dalam ayat yang lain Allah subhanahu wata’la berfirman, “Orang-orang yang mempersekutukan Allah, akan mengatakan:"Jika Allah menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak (pula) kami mengharamkan barang sesuatu apapun.” (QS. al-An’am: 148)

Dalam ayat di atas Allah subhanahu wata’la mengisahkan bahwa orang-orang musyrik berdalil dengan takdir atas apa yang mereka lakukan dari kesyirikan kepada Allah, mereka mengatakan, “Jika Allah menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya”. Ini pun hujjah yang tidak bisa diterima, karena Allah subhanahu wata’la tidak pernah memaksa seseorang untuk berbuat kekufuran, dan Allah subhanahu wata’ala memberikan ikhtiar dan pilihan kepada hamba untuk melakukan ketaatan ataukah kekufuran, maka kalau ia memilih kekufuran dan meninggalkan ketaatan, maka janganlah ia mencela kecuali diri-diri mereka sendiri.

Berkata al-Imad Ibnu Kasir rahimahullah, “Hujjah mereka yaitu orang-orang musyrik adalah hujjah yang rapuh, dan kalau seandainya hal itu benar, tentu Allah subhanahu wata’la tidak akan mengadzab mereka dan tidak akan menghancurkan mereka”.

Jama’ah kaum muslimin yang dimuliakan Allah Ta’ala

3.syubhat yang ketiga, mereka menyangka bahwa hanya dengan sekedar melafadzkan kalimat: لا إله إلا الله (Laa Ilaaha Illallaah) hal itu sudah cukup untuk memasukkan mereka ke dalam surga.

Sekalipun mereka melakukan sekian banyak kesyirikan dan kekufuran, mereka berpegangan dengan zhahir hadits-hadits yang menjelaskan bahwa siapa saja yang melafadzkan dua kalimat syahadat, maka diharamkan atasnya neraka.

Dan bantahan terhadap syubhat ini, kita katakan bahwa hadits-hadits tersebut harus kita bawa kepada pemahaman bahwa siapa saja yang mengucapkan kalimat: لا إله إلا الله (La Ilaaha Illallah) dan ia mati di atasnya, sedang ia tidak membatalkan kalimat tersebut dengan kesyirikan dan kekufuran akan tetapi ia betul-betul mengucapkannya dengan hati yang ikhlas yang bersumber dari hatinya, bersama itu ia mengkufuri dan mengingkari seluruh sesembahan selain Allah, kemudian ia mati di atas yang demikian itu, maka benarlah ucapan mereka.

Sebagaimana hal ini pernah disinyalir oleh Rasullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya:

مَنْ قَالَ لاَ إِِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ كَفَرَ بِمَا يَعْبُدُ مِنْ دُونِ اللهِ حَرُمَ مَالُهُ وَدَمُهُ وَحِسَابُهُ عَلىَ اللهِ

“Barang siapa mengucapkan Laa Ilaaha Illaah dan mengkufuri setiap yang disembah selain Allah, maka haram darah, dan hartanya dan hisabnya atas Allah”.(HR. Muslim)

Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengaitkan antara keterjagaan darah dan harta dengan dua hal:
1•Yang pertama: perkataan seseorang لا إله إلا الله (Laa Ilaaha Illaah) dan
2•yang kedua, “Mengkufuri setiap yang disembah selain Allah, dengan ini maka belumlah cukup seorang yang hanya sekedar malafadzkan kalimat yang agung tersebut, tapi hal itu kosong dari makna, maka haruslah selaras antara apa yang yang diperbuat dengan apa yang ia ucapakan.

Dikatakan kepada Hasan al-Bashri rahimahullah bahwa manusia mengatakan, “Barangsiapa mengucapkan لا إله إلا الله(Laa Ilaaha illaha Illah) dia masuk surga.” Kamudian beliau mengatakan, “Barangsiapa yang mengucapkapkan لا إله إلا الله (Laa Ilaaha Illaah) dan melaksanakan hak-haknya serta kewajiban-kewajibannya maka dia masuk surga.”
Inilah beberapa syubhat-syubhat orang-orang musyrik yang hakikatnya syubhat-syubhat mereka adalah seperti sarang laba-laba yang lemah, syubhat-syubhat yang rapuh yang tidak bisa dijadikan sandaran bagi orang-orang yang mau berfikir. Kita berlindung kepada Allah subhanahu wata’la agar diselamatkan dari musibah besar yang menimpa kaum muslimin tersebut, yaitu sedikitnya ilmu dan bahayanya sambaran syubhat.

Mudah-mudahan kita semua dihindarkan dari perbuatan musryik. Amin amin ya rabbal ‘alamin.

أَقُوْلُ قَوْلِي هَذا أَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ

Khutbah Kedua

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيْئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا. أَمَّا بَعْدُ؛ قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا} وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا}
ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
وَلَذِكْرُ اللَّهِ اَكْبَرُ

Sumber: Diambil dari Majalah Al-Furqon, Edisi 4 tahun ke-7,1428/2007)

Selengkapnya...

Jangan Menjadi Manusia Spon

Jumat 06 Februari 09
Materi Khutbah Jumat Masjid At-Taqwa SMA Taruna

KHUTBAH PERTAMA:
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ .اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن. يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ


يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ ... يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْماً بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ . قَال رَسُوْلُ اللَّهِ (ص) :
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah

Di antara adab menuntut ilmu sebagaimana diungkapkan oleh para ulama adalah bahwa seorang penuntut ilmu itu jangan sampai menjadi spons. Maksudnya adalah bahwa penuntut ilmu itu jangan mengambil sembarang ucapan dan informasi apa saja yang masuk ke telinganya, ibarat spons yang menyerap cairan apa saja tanpa pandang bulu. Jangan sampai telinga dan hati kita, kita jadikan keranjang sampah yang menerima apa pun yang dilemparkan orang. Sebab hati kita sangatlah lemah dan rapuh, mudah goyah dan gampang terbolak balik sesuai namanya: الْقَلْبُ (hati) yang berasal dari akar kata قَلَبَ – يَقْلِبُ yang arti dasarnya adalah membolak atau membalik.

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah

Terkait dengan masalah informasi dari pihak lain, Allah telah berfirman memperingatkan kita agar melakukan tabayun, cek dan recek terhadap sebuah berita.
Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْماً بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa menge-tahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu." (Al-Hujurat: 6).

Sebuah perumpamaan Islami telah memperingatkan kita agar jangan menjadi seperti "hathibul lail" (pencari kayu bakar di kege-lapan malam), yang tidak bisa membedakan antara kayu dengan yang lainnya, apa saja yang dia dapat dia ambil, apa saja yang dia pegang dia sangka kayu bakar, bahkan ular sekalipun dianggap sebagai kayu bakar yang ketika dia memegangnya justru menggi-gitnya dengan bisanya.

Namun hendaknya kita menyikapi dan menerima informasi dengan panda-ngan yang terang dan jernih, kita lihat dan kita teliti terlebih dahulu, apakah benar atau tidak, apakah haq atau batil, apakah kebaikan atau keburukan. Inilah sikap yang seharusnya kita pegang, jangan sampai kita terpedaya dengan kemasan kata, jangan sampai kita tertipu dengan bungkus semata tanpa melihat apa isi dalamnya.

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah

Kalau demikian, maka kita mungkin akan bertanya-tanya, "Ucapan siapakah yang paling berhak untuk diambil?" Jawaban untuk pertanyaan di atas sangatlah jelas, yaitu Kita-bullah dan Sunnah Nabi , yang keduanya merupakan petunjuk jalan, obat penyakit hati, dan santapan ruhani yang paling berman-faat yang dapat membuat hidup hati manusia. Tentu sudah terlalu sering kita mendengarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan senantiasa diulang-ulang oleh para khatib atau penceramah dalam mukaddimahnya,

فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ الله، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ

"Sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam." (HR. Muslim).

Inilah ucapan yang paling berhak untuk diambil dan dipegang secara mutlak, inilah yang paling layak untuk didengarkan dan di-taati, dan inilah yang harus dijadikan sumber pengambilan ilmu. Jika seseorang enggan dengan Kitab Allah dan Sunnah RasulNya dan mengesampingkan keduanya, maka pasti akan menemui kege-lapan dalam menempuh jalan hidupnya. Dia pasti akan mengisi hatinya dengan selain keduanya, akan mengalami kekacauan dalam sikap dan pemikirannya, karena tidak mengambil sumber yang jelas dan terang, tetapi mengambil segala macam sumber dan ucapan manusia tanpa kecuali.
Rasulullah telah mencela orang yang mengambil setiap ucapan lalu menceritakannya begitu saja kepada orang lain apa yang dia dengar itu, tanpa melakukan tabayun. Sabda beliau,

كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ.

"Cukuplah pada diri seseorang yaitu dia menceritakan setiap apa saja yang didengarnya." (Diriwayatkan oleh Muslim, no. 5).

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah

Selain kitabullah dan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, masih ada lagi ucapan yang layak untuk kita jadikan rujukan dalam Agama dan kebaikan. Yaitu ucapan dan pendapat Khulafa` ar-Rasyidin, yang direkomendasikan oleh Rasulullah dengan sabdanya,

عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ مِنْ بَعْدِيْ؛ عَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ.

"Wajib atas kalian untuk berpegang pada Sunnahku dan sunnah Khulafa' ar-Rasyidun yang telah mendapatkan petunjuk (sepeninggalku), gigitlah ia dengan gigi geraham(mu)." (Diriwayatkan oleh Ahmad no. 16692, Abu Dawud no. 44607, dan Ibnu Majah no. 42, dan dishahihkan oleh al-Albani dalam as-Silsilah ash-Sha-hihah, no. 2735 dan lainnya).

Selanjutnya kita juga dianjurkan untuk mengambil ucapan para penerus shahabat dari kalangan tabi'in, tabiut tabi'in dan para ulama umat dari masa ke masa di setiap zamannya, yang menempuh manhaj as-Salaf ash-Shalih tadi. Para ulama adalah pewaris Nabi, maka yang layak disebut ulama adalah yang mempunyai banyak bekal ilmu (warisan) yang bersumber dari Kitabullah dan Hadits Nabi, memahami kalam Allah dan ucapan RasulNya, mengetahui hukum-hukum syariat, dapat mengambil istinbat (kesimpulan) hukum, paham teori dan praktiknya. Kemudian secara umum kita juga mengambil ucapan-ucapan yang baik dari sesama muslim, ucapan yang bermanfaat dan membawa maslahat.

Dari mereka itulah kalau kita ingin mengambil perkataan dan ilmu, bukan dari sembarang orang. Apalagi orang yang tidak jelas akidahnya, tidak jelas manhajnya, tidak diketahui kepada siapa dia mengambil ilmu, tidak perhatian terhadap agama dan syariat, tidak perhatian terhadap halal haram, melakukan kebid'ahan, banyak meninggalkan sunnah Nabi dan banyak melakukan kemak-siatan bahkan dengan terang-terangan melakukannya di muka umum.

Maka sekali lagi, janganlah seorang muslim menjadi spons, yang mengambil nasihat versi iblis, kebaikan dan jalan benar versi Fir'aun atau perbaikan menurut pandangan kaum munafik. Jika se-seorang mengambil semua informasi yang dia dengar, mengambil ucapan semua orang yang baik dan yang buruk, ataupun perkataan-perkataan yang jauh dan tidak sejalan dengan al-Qur`an dan as-Sunnah, maka ketika dia berbicara pun akan mengeluarkan apa yang selama ini dia serap. Dan akhirnya yang terjadi adalah "dhallu wa adhallu" (sesat dan menyesatkan). Wallahul musta'an, dan hanya kepada Allah kita memohon pertolongan.

أَقُوْلُ قَوْلِي هَذا أَسْتَغْفِرُ اللهَ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ

Dikutib dari Buku Kumpulan Khutbah Jum’at Pilihan Setahun Edisi ke-2, Darul Haq Jakarta).
Oleh: Kholif Mutaqin Djawari.

Selengkapnya...